Judul:
Kebijakan Moneter Syariah dalam Sistem Keuangan Ganda
Kebijakan Moneter Syariah dalam Sistem Keuangan Ganda
Penulis:
Solikin M. Juhro | Darsono | Ferry Syarifuddin | Ali Sakti
Editor:
Muhammad Syafii Antonio
Penerbit:
Tazkia Publishing & Bank Indonesia Institute
Cetakan I:
November 2018
November 2018
Spesifikasi:
Hard Cover Matalising, Spot UV, EMbos, Bookpaper 55gram, Hal 24 + 262, Full Color
ISBN:
978-602-7540-17-2
Harga:
Rp250.000
(belum termasuk ongkos kirim)
(belum termasuk ongkos kirim)
Pemesanan:
I: tazkiapublishing
T: @tazkia_tiu
F: Tazkia Tiu
T: +6221 8378 3638
T: +6221 8378 3638
M: +6281 8054 4143
RINGKASAN EKSEKUTIF
Perkembangan industri keuangan syariah memunculkan tantangan tersendiri bagi otoritas pengaturan sektor keuangan sebuah negara. Tantangan tersebut khususnya pada formulasi kebijakan moneter yang mengakomodasi dua prinsip aplikasi, yaitu konvensional dan syariah. Pengaturan akan semakin kompleks manakala target penjagaan stabilitas harga harus diikuti dengan pemenuhan pada prinsip-prinsip syariah. Kompleksitasnya juga meliputi pemilihan instrumen dari instrumen yang beragam, baik konvensional maupun syariah, untuk satu set kebijakan moneter yang memberikan sinyal kebijakan yang sama.
Berdasarkan perspektif syariah, keberadaan bunga akan membentuk sektor keuangan yang berdiri sendiri dengan pasar keuangan bervariasi. Hal ini berpotensi menarik uang beredar dari sektor riil dan berputar di sektor keuangan (money concentration) lebih banyak dan lebih lama. Kecenderungan ini semakin diperkuat dengan praktek spekulasi di pasar keuangan yang menjadi daya tarik para pemilik dana untuk menghasilkan keuntungan dengan relatif lebih cepat, dari sejumlah uang yang dimilikinya. Uang beredar tersebut sepatutnya mengalir lancar ke sektor ekonomi riil memfasilitasi aktivitas produktif, yaitu aktivitas penciptaan barang dan jasa.
Dengan ekonomi berbasis bunga, yang terjadi hanyalah pembangunan ekonomi yang bersifat semu (bubble economy), volume ekonomi lebih bersifat abstrak, ia tidak menggambarkan produktivitas dan kesejahteraan secara riil, karena penciptaan uang tidak mengikuti penciptaan barang dan jasa. Berbeda dengan yang ada dalam konsep ekonomi Islam, dimana hubungan sektor keuangan erat dengan yang ada di sektor riil. Dengan demikian, sistem syariah dan konvensional memiliki prinsip dan asumsi yang berbeda dalam operasional dan mekanisme transmisi kebijakan dalam mencapai dan menjaga stabilitas harga.
Pada umumnya industri keuangan syariah di banyak negara di dunia tumbuh dalam satu sistem keuangan, di mana praktik keuangan konvensional sudah berjalan. Keberadaan aplikasi keuangan syariah membuat sistem keuangan dalam satu negara memiliki dua model atau konsep keuangan, yaitu syariah dan konvensional, yang kemudian dikenal dengan sistem keuangan ganda (dual financial system). Hal tersebut menuntut pengaturan industri keuangan yang menggunakan dua konsep tersebut difasilitasi oleh perangkat yang sesuai dengan prinsip-prinsip yang dianut oleh kedua konsep keuangan tersebut.
Dalam kebijakan moneter, uang pada dasarnya menjadi objek utama pembahasan karena memiliki implikasi pada sektor riil dan keuangan. Moneter atau monetary berasal dari kata moneta (latin), yang berarti uang. Kebijakan moneter merupakan kebijakan otoritas moneter atau bank sentral dalam bentuk pengendalian besaran moneter untuk mencapai perkembangan kegiatan perekonomian yang diinginkan. Kebijakan moneter sebagai salah satu dari kebijakan ekonomi makro pada umumnya disesuaikan dengan kondisi business cycle ‘siklus kegiatan ekonomi’.
Penerapan kebijakan moneter tidak dapat dilakukan secara terpisah dengan penerapan kebijakan ekonomi makro lainnya, seperti kebijakan fiskal, kebijakan sektor riil, dan lain-lain. Hal ini terutama mengingat keterkaitan antara kebijakan moneter dan bagian kebijakan ekonomi makro lain yang sangat erat. Dalam konsep moneter konvensional, keeratan hubungan uang dan bunga menjadikan keduanya sebagai variable penting dalam penentuan jenis dan instrumen kebijakan moneter konvensional yang berbeda dengan konsep moneter syariah. Kebijakan moneter yang selama ini dikenal, dikembangkan dengan pemahaman lanskap perekonomian menggunakan sudut pandang konvensional.
Corak perekonomian Islam yang bias pada sektor riil membuat logika kebijakan di sektor keuangan seperti kebijakan moneter. Salah satu prinsip syariah utama dalam sistem ekonomi Islam adalah pelarangan riba (prohibition of riba). Dengan definisi yang ada dapat disimpulkan bahwa riba memiliki karakteristik yang serupa dengan bunga. Sehingga cukup tepat dikatakan bahwa bunga sama dengan riba. Jika ditinjau dari rasionalitas pasar, pemberlakuan bunga atau sistem riba sebenarnya membuat mekanisme di pasar menjadi tidak rasional. Dengan bunga yang selalu dalam keadaan positif, maka ekonomi atau pasar dipaksa harus selalu ada dalam pergerakan positif, atau dengan kata lain semua unit usaha selalu ada dalam kondisi profit. Padahal dalam kondisi nyata, perekonomian bisa saja dalam kondisi merugi.
Sesuai dengan UU No. 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia sebagaimana telah diubah dengan UU No. 3 Tahun 2004, tujuan Bank Indonesia adalah mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah (Pasal 7). Amanat ini memberikan kejelasan peran bank sentral dalam perekonomian, sehingga dalam pelaksanaan tugasnya Bank Indonesia dapat lebih fokus dalam pencapaian "single objective"-nya. Hal yang dimaksud dengan kestabilan nilai rupiah antara lain adalah kestabilan terhadap harga-harga barang dan jasa yang tercermin pada inflasi dan terhadap mata uang lain. Untuk mencapai tujuan tersebut, sejak tahun 2005 Bank Indonesia menerapkan kerangka kebijakan moneter dengan inflasi sebagai sasaran utama kebijakan moneter (Inflation Targeting Framework) dengan menganut sistem nilai tukar yang mengambang (free floating).
Wewenang Bank Indonesia juga tertuang pula dalam Peraturan Dewan Gubernur (PDG) No. 18/7/PDG/2016 mengenai Kerangka Kerja Kebijakan Moneter, yang menjelaskan bahwa operasi moneter dapat dilakukan secara konvensional atau berdasarkan prinsip syariah. Operasi moneter syariah merupakan bagian tidak terpisahkan dari pengelolaan moneter dalam rangka implementasi kebijakan moneter. Dengan demikian, kerangka kebijakan moneter syariah yang dilaksanakan Bank Indonesia sebagai otoritas moneter adalah kebijakan moneter syariah yang berada dalam dual banking system. Menurut sudut pandang Islam, bentuk kebijakan moneter saat ini relatif tidak ideal. Bukan hanya tidak ideal pada instrumen, tetapi mungkin juga tidak ideal menggunakan paradigma dan prinsip keuangan syariah. Prinsip operasi moneter pada prinsipmya memiliki kesamaan tujuan dengan prinsip operasi moneter kontemporer yang selama ini telah diterapkan secara luas. Adapun perbedaan yang muncul berasal dari konsep penggunaan uang dimana konsep syariah hanya menekankan motif penggunaan uang pada aspek fasilitasi transaksi dan store of value.
Pengaturan sektor keuangan sepatutnya mendorong lembaga keuangan syariah untuk selalu terhubung dengan aktivitas ekonomi produktif di sektor riil. Oleh sebab itu, sebagai otoritas yang mengatur besarnya jumlah uang, bank sentral harus mampu menyediakan instrumen moneter yang dapat menyerap kelebihan uang (excess money) di perekonomian untuk kemudian dihubungkan dengan kegiatan atau projek ekonomi produktif sektor riil.
Otoritas perlu mendorong terciptanya lingkungan industri yang kondusif bagi berkembanganya sektor keuangan syariah nasional, melalui pengaturan industri yang baik termasuk formulasi kebijakan moneter dengan tersedianya instrumen moneter syariah yang tepat. Pengembangan industri perbankan dan keuangan syariah yang efektif tentunya membutuhkan dukungan berbagai pihak, terutama saat implementasi konsep ke dalam kebijakan pengembangan oleh otoritas terkait dan pengembangan berbagai instrumen keuangan syariah yang dapat dijadikan sebagai wahana penerapan kebijakan.
Kebijakan moneter syariah melalui peran dan fungsi instrumen moneter, diharapkan dapat berperan: (i) menjaga keseimbangan sektor riil dan sektor keuangan dalam perekonomian; (ii) mencegah penumpukan uang beredar di sektor keuangan secara berlebihan yang dapat memicu krisis; (iii) mencegah pelipat gandaan uang; (iv) meningkatkan daya tahan (imunitas) perekonomian terhadap potensi krisis; (v) mampu menjadi saluran (channel) bagi kelebihan dana di perekonomian; (vi) mengoptimalkan alokasi sumber daya dalam perekonomian.
Sebagai pelajaran
penting, tumbuhnya industri keuangan syariah sebagai respon atas kebutuhan jasa
keuangan yang sesuai dengan mayoritas agama penduduk Indonesia mendorong
munculnya sistem keuangan baru dalam sistem keuangan nasional. Sistem
keuangan ganda telah menjadi realita
yang tidak dapat dielakkan, dimana sistem keuangan konvensional dan syariah
hadir berdampingan dalam mendukung terciptanya sistem keuangan yang sehat dan
kuat yang diharapkan mampu berkontribusi signifikan bagi pembangunan ekonomi
nasional.
Sementara itu, lembaga otoritas di sektor keuangan syariah sudah relatif terbangun dan optimal dalam pengaturan dan pengawasan industri, di antaranya Bank Indonesia, Otoritas Jasa Keuangan, dan Dewan Syariah Nasional. Adapun beberapa hal yang dapat direkomendasikan untuk perumusan kebijakan moneter syariah dalam sistem keuangan ganda, agar lebih dapat memenuhi prinsip syariah dan efektif sebagai kebijakan di antaranya arah kebijakan moneter untuk masing-masing sistem tidak harus sama, tetapi keduanya harus mempertimbangkan ketersediaan likuiditas bagi kelancaran keuangan dan pembangunan ekonomi, infrastruktur hukum yang belum mendapat pijakan yang jelas, pengembangan pasar modal dan pasar keuangan yang berbasis bagi hasil, penyusunan sebuah Masterplan pengembangan sistem keuangan syariah nasional, mendorong kecukupan ketersediaan sumber daya manusia berkualitas dalam keuangan syariah, mendorong penggunaan beberapa alternatif instrumen berbasis syariah untuk kebijakan moneter, serta penguatan langkah bersama khususnya otoritas-otoritas lembaga keuangan syariah dalam menciptakan lingkungan industri keuangan syariah yang kondusif bagi praktik-praktik kebijakan moneter syariah dan penggunaan instrumen moneter syariah dalam rangka mewujudkan industri keuangan syariah yang ideal, sehingga kemanfaatan sektor keuangan syariah dirasakan secara optimal oleh perekonomian.
FORM ORDER PEMBELIAN BUKU
Sementara itu, lembaga otoritas di sektor keuangan syariah sudah relatif terbangun dan optimal dalam pengaturan dan pengawasan industri, di antaranya Bank Indonesia, Otoritas Jasa Keuangan, dan Dewan Syariah Nasional. Adapun beberapa hal yang dapat direkomendasikan untuk perumusan kebijakan moneter syariah dalam sistem keuangan ganda, agar lebih dapat memenuhi prinsip syariah dan efektif sebagai kebijakan di antaranya arah kebijakan moneter untuk masing-masing sistem tidak harus sama, tetapi keduanya harus mempertimbangkan ketersediaan likuiditas bagi kelancaran keuangan dan pembangunan ekonomi, infrastruktur hukum yang belum mendapat pijakan yang jelas, pengembangan pasar modal dan pasar keuangan yang berbasis bagi hasil, penyusunan sebuah Masterplan pengembangan sistem keuangan syariah nasional, mendorong kecukupan ketersediaan sumber daya manusia berkualitas dalam keuangan syariah, mendorong penggunaan beberapa alternatif instrumen berbasis syariah untuk kebijakan moneter, serta penguatan langkah bersama khususnya otoritas-otoritas lembaga keuangan syariah dalam menciptakan lingkungan industri keuangan syariah yang kondusif bagi praktik-praktik kebijakan moneter syariah dan penggunaan instrumen moneter syariah dalam rangka mewujudkan industri keuangan syariah yang ideal, sehingga kemanfaatan sektor keuangan syariah dirasakan secara optimal oleh perekonomian.
FORM ORDER PEMBELIAN BUKU